Minggu, 20 Desember 2015

Minggu, 30 Agustus 2015

CALON BUPATI MALAKA 2015 - 2020




Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Malaka mengumumkan hasil tes kesehatan tiga pasangan bakal calon Bupati-Wakil Bupati Malaka. Hasil tes kesehatan diserahkan kepada Ketua KPU Malaka pada pukul 16.00 WIB di kantor KPU Malaka, Senin, 3 Agustus 2015.

"Ketiga pasang bakal calon Bupati-Wakil Bupati Malaka dinyatakan lolos tes kesehatan," ujar dr Dwi Susilo, kepada wartawan saat konferensi pers di kantor KPU Malaka.

Menurut Dwi, keenam bakal calon tersebut telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan IDI. Mereka dinyatakan sehat secara fisik dan psikis.

"Berdasarkan hasil tes, kami tidak menemukan disabilitas dari segi fisik maupun psikis pada keenam pasangan calon," ujarnya.

Saat ini, KPU Malaka akan segera menyerahkan hasil tes kesehatan ke masing-masing bakal calon. "Jika sudah menerima hasil tes, para calon dipersilakan melaporkannya ke dokter pribadi masing-masing," ujarnya.

Dwi mengatakan, berdasarkan hasil tes, semua pasangan mampu menjalankan tugas sebagai bupati dan wakil bupati. "Dengan demikian, keenam bakal cabup-cawabup dinyatakan siap menghadapi langkah selanjutnya," ucapnya.

Sebelumnya, pada 29 Juli 2015, keenam pasangan bakal calon sudah menjalani tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta. Menurut Dwi, mereka menjalani pemeriksaan fisik, rohani, dan kejiwaan. "Mereka diperiksa dokter spesialis dalam, seperti jantung, paru-paru, mata, dan THT," kata Dwi.

Dalam tes kesehatan itu, keenam bakal calon diperiksa 33 dokter. Hasil pemeriksaan ditandatangani langsung oleh Kepala RSUD Betun,

"Berdasarkan hasil sidang pleno RSUD Betun, ketiga pasang cabup-cawabup Malaka sehat secara jasmani dan rohani," kata Dwi.

Kamis, 20 Agustus 2015

PAKAIAN ADAT SUMBA



PAKAIAN ADAT SUMBA


  
  1. Ingi Dete dan Ingi Bawa: yang dimaksudkan dengan ingi adalah kain berbentuk lembaran yang merupakan item paling pokok dari busana tradisional lelaki Sumba. Ingi terdiri dari dua bagian, Ingi Bawa (kain bawah) dan ingi deta (kain atas). Ingi bawa dikenakan pada bagian bawah tubuh dengan cara dililitkan di pinggang dimana sebagian ujung kain dibiarkan menjulur diantara lutut. Ingi Dete digunakan seperti selendang yang disampirkan menyimpang dari bahu kiri ke bahu kanan.
  2. Kapouta: ikat kepala yang dililit sedemikian rupa membentuk kerucut (kabora) dengan ujung mencuat ke atas atau berbagai variasi lain. Beda wilayah beda pula cara mengikat kaupata, sehingga dalam batas-batas tertentu bisa dijadikan identitas kelompok sub-etnis. Kapouta dulunya terbuat dari kulit kayu, namun kini tergantikan oleh kain tenun dan kain-kain buatan pabrik.
  3. Kalere begge: ikat pinggang terbuat dari kulit kayu yang digunakan untuk mengikat ingi bawa agar kuat melekat di pinggang. Dewasa ini kalere begge yang asli sudah jarang ditemukan, orang lebih suka menggunakan ikat pinggang lebar buatan pabrik yang disebut salopo atau halopa.
  4. Katopo begge: parang yang diselipkan pada ingi bawa, di pinggang bagian kiri.

  5. Kaleku pamama: tas dari anyaman pandan atau kulit kayu yang disampirkan di bahu sebelah kiri. Kaleku pamama digunakan untuk menyimpan sirih pinang yang disuguhkan kepada tamu sebagai tanda selamat datang dan untuk keperluan pemujaan.
Sementara untuk kalangan rato dan penari, selain perlengkapan standar seperti disebutkan di atas, ada tambahan asesoris sebagai berikut:
  1. Lado: hiasan kepala terbuat dari bulu kuda putih dengan rotan kecil sebagai bingkai dan bilah rotan sebagai pengikat. Lado biasanya ditancapkan pada kapauta, ujung bawah sejajar dengan dahi dan ujung satunya sejajar dengan kabora. Lado seperti itu hanya digunakan oleh Rato Rumata. Rato-rato lain menggunakan lado yang lebih sederhana, berupa seutas rotan yang ujungnya dihiasi bulu ayam hitam (lado wullu manu mette).
  2. Nobu: tombak yang umumnya terbuat dari besi atau kayu pilihan. Tombak yang dikenakan oleh rato biasanya merupakan tongkat-tongkat keramat yang hanya boleh digunakan pada saat tertentu.
  3. Toda: tameng atau perisai terbuat dari kulit kerbau.
  4. Lagoro: giring-giring yang dikenakan pada betis, ada yang berhiaskan bulu ekor kuda (logoro ullu wa'i) dan juga yang disematkan pada kulit kambing.
  5. Pali piding: tali rotan berhiaskan bulu ekor kuda. Dikenakan di pinggang dengan ujung berada dibelakang tubuh.
  6. Dolu: gelang terbuat dari gading, emas, kuningan atau perak, yang dikenakan pada lengan bagian atas.
  7. Teko: sejenis parang kuno yang sarungnya memiliki tali, biasa dikenakan dengan cara dicangklongkan di bahu sebelah kiri


Adat Perkawinan Kabupaten Malaka

 

Pada ummnya proses perkawinan di mulai dengan cara-cara sebagai berikut:

 

1.      MASA PERTEMUAN

Perkenalan dan pertemuan ini berlangsung dan terjadi pada perjumpaan di pesta-pesta, di pasar atau di tempat yang ramai Dalam bahasa adatnya (“kdahur no klibar”). Dimana seorang pria dapat bertemu dengan seorang wanita dan saling memberikan teguran atau sapaan atau mengakrabkan diri, sehingga disinilah tercipta rasa saling cerita mencintai antara kedua insan ini, yaitu si pria dan si wanita.

Untuk mempertebal atau mempererat rasa cinta tersebut dari pihak pria maka pria tersebut mengadakan suatu pemberian yang dibelinya di tempat pertemuan tersebut berupa sirih pinang dan lain sebagainya. Pertemuan ini tidak diketahui oleh kedua orang tua karena hanya sesaat saja.


2.      PROSES PERKENALAN PERTAMA


Proses perkenalan (Halimak) dapat di tempuh dengan cara Halimak (perkenalan) dengan Penghubung (Aikalete). Dimana sebelumnya sang pria terlebih dahulu mencari seorang keluarganya yang juga masih berfamili atau bertetangga dengan si wanita untuk dijadikan sebagai pengantara yang diistilahkan dalam bahasa adatnya yaitu “Aikalete” guna membawa atau menyampaikan bahwa kunjungan pria kepada si wanita.

Hal ini menunjukkan bahwa si pria ingin berkunjung ke rumah si wanita harus melalui pengantara (Aikalete) itu. Pada saat pertemuan ini berlangsung dalam keadaan terbuka artinya pintu di buka dan lampu dinyalahkan karena hal itu diketahui oleh orang tua dari si wanita. pertemuan ini langsung untuk mempererat hubungan cinta antara kedua insan yang waktu kemarin terjadi pertemuan di pasar atau di hari raya kemarin. Dan dapat di buktikan dengan pemakaian suatu alat berupa tempat tembakau (kabasa kmurak) atau berupa pakaian.

Dalam masa perkenalan ini masih di tempuh dengan saling membalas pantun antara seorang pria dan wanita sehingga si pria dapat mengetahui secara jelas apakah wanita itu mau menerima sebagai kekasihnya atau tidak

Dan dalam masa perkenalan (hamimak) itu, pada saat sang pria dating membawah sirih pinang 5 atau  10  ikat, alat penyuguh kabir (tempat sirih pinang bagi laki-laki) berisi sirih pinang itu. Sungguhan ini melambangkan di mulainya pembicaraan.

 

3.      PROSES PERKENALAN KEDUA (LOLOLETEN)


Khususnya yang lololeten hanimak ( perkenalan tanpa perhubung / aikalete). Dimana pada malam hari / tengah malam sang pria langsung pergi ke rumah sang wanita dengan menunggang kuda, dan melakukan pembicaraan antara dia (pria) dengan sang wanita dan pembicaraan itu dilakukan di serambi samping rumah (melalui celah-celah pintu rumah adat )

Pertemuan dan pembicaraan mereka terjadi pada malam hari dan keadaan gelap (lampu tidk dinyalahkan) serta pintu dalam keadaan tertutup dan pria hanya berada di luar pintu rumah. Jadi sang pria hanya bias mendengar suara sang wanita dari luar (tidak bias melihat langsung wajah sang wanita) dan sebaliknya sang wanita hanya bias mendengar suara sang pria dari dalam kamar (tidak dapat melihat langsung wajah sang pria).

Pertemuan ini juga dapat dilakukan untuk mempererat hubungan tali cinta kedua insane untuk melangkah ketahap berikutnya. Dan ketika pada malam itu tidak ada kesepakatan di antara kedua insane tersebut, maka si pria dapat memilih wanita lain pada malam berikutnya. Namun jika sebaliknya berhasil ada kesepakatan maka pembicaraan diteruskan untuk perencanaan perkawinan. Yang melalui tahap-tahap yaitu :


a.       Tahap kunjungan


Setelah beberapa waktu sang pria kembali berkunjung ke rumah sang wanita, dengan terlebih dahulu memberikan lewat pengantara atau aikalete untuk menyampaikan berita tersebut kepihak sang wanita. Saat sang pria berkunjung ke rumah sang wanita membawa serta daun sirih dalam jumlah yang banyak paling kurang 20 ikat atau lebih daun sirih tersebut kemudian dibagikan kepada sanak keluarga sang wanita bahwa seorang laki-laki bertemu atau berkunjung dengan suatu maksud  yaitu hendak  menyatukan diri dengan anak  perempuan kita. Kunjungan ini sudah diatur sendiri oleh sang pria pada saat pertepatan dengan panen hasil kebun/sawah sehinga kunjungan ini dalam waktuyang cukup lama.mengingat kunjungan ini lama maka keluarga wanita mengirim  barang berupa besar kue,kepada orang tua laki- laki melalui aikalete (penghubung atau pengantara tadi).       Kemudian tempat yang tadi berisi barang-barang tadi dikembalikan dari keluarga pria melalui aikalete atau penghubung itu dengan mengisi daun sirih, pinang, benang dan lain-lain.

Setelah kedua belah pihak saling membalas antara satu sama lain, namun balasan tersebut belum dikatakan kedua insan sudah menyatu atau bertunangan, hal ini masih dikatakan pergaulan muda – mudi (berpacaran). Dan apabila ada kesempatan maka pembicaraan diteruskan untuk perencanaan perkawinan melalui tahap berikutnya.


b.      Tahap peminangan (Pertunangan)


Menjelang beberapa waktu keluarga wanita merasa bahwa knjungan sang pria ini cukup lama an betul-betul ingin serius dengan anak-anak mereka, maka pihak keluarga wanita mengirim barang-barang berupa beras, daging ayam, kue dan lain-lain; lewat pengantara atau aikalete dalam bentuk banyak kepada keluarga pria untuk mengetahui bahwa keluarga pria menyetujui atau menerima anak mereka menjadi tunangan dari pria itu atau tidak. Dan setelah pihak dari keluarga pria menerima barang-barang tersebut, Apabila menyetujuinya maka barang-barang itu akan dibagikan semua kepada keluarga pria supaya keluarga dari pihak pria dapat mengetahui bahwa anak kita sudah pergi dan menyatuhkan diri (tunangan) dengan wanita di kampong sebelah. Namun jika keluarga dari pihak laki-laki tidak menerima sang waita sebagai calon tunangan maka barang-barang itu akan dikembalikan dengan utuh kepada pihak keluarga wanita dalam bahasa adatnya “Hahoran” dan pada saat itu juga pihak dari keluarga wanita menyuruh pulang sang pria kembali kerumahnya (orang tuanya) karena orang tua tdk menyetujui hubungan ini berlanjut (dibatalkan).Dan apabila disetujui oleh pihak laki-laki maka akan lanjutkan (pembicaraan) akan tetap dilanjutkan ke “peminangan”

Hal ini dari keluarga laki-laki menyediahkan beberapa ikat sirih daun, pinang dan menyerahkan kepada keluarga wanita dan mendambahkan bahwa kedua insan sudah bertunangan sehingga kedua insan tersebut tidak boleh berpacaran lagi, sekaligus menyilahkan bahwa rumah dari keluarga wanita itu milik dari laki-laki juga.

c.       Pengiriman barang

Pada saat inilah pengiriman barang akan berlangsung secara berulang-ulang dan saling membalas berulang-ulang antara kedua belah pihak; kurang lebih 2 atau 3x sebelum pada acara yang sebenarnya. Dan pengiriman barang itu akan bertambah banyak dari yang sebelumnya di mana pihak dari sang wanita mengirim barang berupa beras, kue, daging dan lai-lain. Pengiriman ini akan bertambah banyak Karena apabila pada pengiriman pertama tadi pihak dari wanita hnya mengirim dengan jumlah yang sedikit (bias hanya 5 atau 6 tempat saja yang di isi barang-barang tadi). Namun ketika pihak keluarga pria menerimanya, langsung membagikan barang-barang tadi kepada keluarganya dan mereka mengembalikan tempat-tempat yang tadinya kepada keluarga mereka terima dari pihak wanita dengan mengisi kembali sirih daun, pinang, benang, hand bady dan lain-lain; dengan menambah tempat lagi dari milik mereka sendiri supaya bertambah banyak lagi. Dan sebaliknya pada saat keluarga dari pihak wanita kembali menerima tempat-tempat yang berisi sirih,pinang, hand bady, benang dan lain-lain dari pihak laki-laki dan langsung dibagikan kembali ke pihak keluarga wanita supaya pada hari yang telah dijanjikan barang-barang tersebut akan segera dikembalikan ke pihak sebelah. Pengiriman barang-barang tersebut, harus melalui seorang pengantara “aikalete”  Namun sebelum pengiriman barang itu ke pihak sebelah, sebelum itu harus ada berita dari pengantara kepada keluarga pria sehingga keluarga pria menunggu pengiriman tersebut. Setiap pengiriman dari pihak permpuan berupa beras, kue, daging, dan lain-lain. Dan di terima oleh pihak pria maka akan dib alas dengan sirih daun, pinang, benang, sabun mandi, hand bady dll. Pengertian benang di sini diistilahkan (dilambang) bahwa gadis tersebut pintar menenun kain adat (daerah)  pengiriman barang itu akan segera berakhir lewat seorang pengantara menyampaikan berita dari pihak wanita bahwa pengiriman barang segera dihentikan untuk pembicaraan ke tahap pernikahan.

                 

d.      Tahap Perkawinan Adat

Telah ditinggalkan oleh para leluhur untuk generasi-generasi berikutnya yang merupakan kebiasaan yang hingga sekarang masih dilakukan atau dijalankan di Malaka yaitu perkawinan adat merupakan kebudayaan di mana di antar oleh pihak keluarga pria kepada wanita. Yang menjadi inti pada tahap ini adalah  sirih daun di susun rapih pada satu tempat sirih dalam dua lapis, kemudian diatasnya diletakan satu rupiah, uang perak, pinang kering pada satu tempat sirih yang tadi kain putih satu meter dan besi ver (parang) 1 buah kemudian di ikat rapi dengan benang.

Hal ini menunjukkan bahwa pihak keluarga laki-laki dengan resmi menyerahkan laki-laki kepada pihak keluarga wanita, sebaliknya dari pihak keluarga wanita dengan resmi menerima si laki-laki dan mulai dibentukan suatu keluarga baru secara adat sebagai balasan dari keluarga wanita, pada malam itu juga atau dimana peserta pernikahan dilaksanakan keluarga wanita mengirim beras, seekor babi, ayam, dll lewat pengantara kerumah laki-laki itu (kepeda orang tuanya) yang diistilahkan dalam bahasa adatnya “Etu Bei Bani”.

Dan tahap ini perlu diketahui bahwa pesta pernikahan dilangsung oleh kedua belah pihak. Dan setelah selesai pesta yang di lakukan di rumah wanita yaitu keluarga dari sang wanita manghadirkan sarung atau selimut yang paling berharga kepada keluarga laki-laki sebagai lambang kehormatan. Hal ini dilakukan karena sang pemuda meninggalkan kian atau keluarganya dan masuk keluarga atau kian istri. Belis tidak ada, hal ini berati semua hak dalam keluarga di tangan sang istri. Dan kalau mengenai status anak-anak nanti setelah salah satu pasangan suami istri tersebut meninggal dunia. Di malaka lasimnya salah seorang meninggal dunia maka salah satu anak wanita diserahkan ke keluarga lelaki sebagai pengganti bapaknya (matamusan).  Matamusan itu sendiri akan menggunakan kian suku ayahnya (nama suku ayahnya) kalau ada pria yang mengawininya system menunjukan bahwa adanya sikap terbuka supaya bagaimana pun juga kian ayah tidak boleh hilang sama sekali akibat perkawinan sebelumnya.

Atas dasar dan uraian di atas, maka yang menjadi pokok ini adalah bagaimana jalannya upacara adat Kabupaten Malaka.

 

Link Vidio : 

https://www.youtube.com/watch?v=vgflqan4lSo 

Link Admin :

https://plus.google.com/u/0/102551757227599840860/posts